Friday, July 17, 2009

Muhasabah






KISAH 1
Dan butiran pepasir itu pun menangis saat rintihan Yasir bergelung di langit menahan pedihnya seksaan. Langit mendung tak kuasa menahan murungnya, ketika Sumayyah merapatkan kedua bibirnya. Sesaat kemudian gerigi atasnya mencengkam kuat-kuat bibir bawahnya. Setitis air mata pun tak runtuh dari sudut matanya meskipun ribuan titis darah menghiasi, nyaris seluruh raganya. Satu persatu nafas Yasir dan Sumayyah meninggalkan jasadnya. Senyum kemenangan kedua orangtua sahabat Amr bin Yasir itu melambaikan tangan, menyambut panggilan lembut para bidadari Syurga.
Beberapa hasta dari dua jasad mewangi itu, seorang pemuda belia tengah menghadapi maut untuk menapaki langkah-langkah kedua orangtuanya. Bibirnya bergetar dengan tak henti menyebut nama agung Tuhannya. Ya, Amr bin Yasir, meski sebahagian sahabat sempat meragukan keimanannya, di kemudian hari dia justeru menjadikan dirinya sebagai perisai Rasulullah.
KISAH 2
Menjelang perang Uhud dimulai, bersama suaminya, Zaid bin Ashim dan kedua puteranya, Habib dan Abdullah, dia keluar ke bukit Uhud. Lalu Rasulullah Saw bersabda kepada mereka, “Semoga Allah memberikan berkah kepadamu semua.” Setelah itu bidadari perang Uhud itu berkata kepada baginda, “Berdoalah kepada Allah semoga kami dapat menemani engkau di syurga kelak, ya Rasulullah!” Lalu Nabi Saw berdoa, “Ya Allah jadikanlah mereka itu teman-temanku di Syurga.” Maka wanita itupun berkata lantang, “Aku tidak akan memperdulikan lagi persoalan dunia yang menimpa diriku.”
Dialah Ummu Amarah, Nusaibah binti Ka’ab Al Maziniay. Rasulullah menobatkannya sebagai bidadari syurga kerana peranannya membela Rasulullah di saat pasukan muslimin terdesak pada perang Uhud. Bersama Mush’ab bin Umair, yang kemudian menemui syahid setelah mendapatkan puluhan tusukan di tubuhnya- Nusaibah menghadang Qam’ah, orang yang ditugaskan untuk membunuh Rasulullah dalam perang tersebut. Dua belas tusukan dan salah satunya mengenai leher Nusaibah. Bilah-bilah pedang yang satu persatu menghujam tubuhnya, hujung-hujung tombak, dan barisan anak panah yang menghiasi tubuhnya, dirasainya sebagai sentuhan lembut para penghuni Syurga. Darah mengalir dari setiap inci tubuhnya, air matanya menjadi saksi tak terbantahkan untuk memuluskan jalannya ke syurga Allah. Dan debu bukit Uhud pun terharu menerima dentuman tubuhnya, tak henti-hentinya butiran debu itu bersaksi akan harumnya wangi syurga dari tubuh wanita mulia itu.
KISAH 3
Inilah Mush’ab bin Umair, aroma mewangi dari tubuhnya sudah tercium persis di hadapan mata meskipun pemuda tampan itu masih berada puluhan meter jauhnya. Pakaiannya adalah yang terbaik, terbagus dan termahal, yang tidak pernah dimiliki oleh sesiapapun di tanah Makkah. Ketampanannya tak terkira, siapa memandang pasti terpesona, bahkan para lelaki pun iri. Siapa yang tak mengenalnya, pemuda kesayangan anak seorang bangsawan yang tersohor. Tetapi bukan itu yang membuatnya tercatat dalam sejarah manusia mulia pengikut Muhammad.
Begitu terucap dari mulut wanginya kalimat Syahadat, bertambah wangilah setiap sisi rongga mulutnya. Wajah yang tampan semakin bersinar penuh cahaya kemuliaan meski tak lagi dikenakan gamis kebangsawanan. Walau ia menanggalkan semua perhiasan yang menjadi simbol-simbol kebesaran. Mush’ab tetap tampan, karismatik, dan menjadi teladan bagi pemuda dan remaja sezamannya. Apatahlagi saat dia diberi kepercayaan sebagai duta pertama Rasulullah ke Madinah. Cita-citanya untuk tetap bersama Rasulullah di Syurga kelak, diaminkan oleh seluruh isi langit dan bumi, kerana seorang pemuda kaya raya nan tampan itu syahid dengan tubuh penuh lubang dan siatan. Ia menjadi perisai Rasullullah pada perang Uhud. Meski darah dan debu membaluti wajah dan tubuhnya, siapa yang mampu melepaskan bayang-bayang karismanya?
KISAH 4
Ada seorang hamba hitam legam berasal dari Negeri Habsyah (Kini Afrika). Bertahun-tahun menjadi hamba, diinjak-injak, dicaci, diludahi, bahkan dihalalkan darahnya untuk dibunuh oleh sang majikan. Namun Allah mengangkat darjat Bilal bin Rabbah dengan Islam. Hidayah Allah justeru turun kepada manusia yang dihinakan oleh manusia lainnya, budak hitam yang dianalogikan orang seperti hitamnya belakang kuali itu, sesungguhnya putih berseri serta memancarkan kilauan bercahaya di mata Allah, Rasulullah dan orang-orang beriman.
Saat sang majikan, Suhail, menindihkan batu besar dan panas di atas tubuhnya itu, hanya kata, “Ahad, Ahad …” yang keluar dari mulutnya sehingga kemudian seorang sahabat membebaskannya. Jika boleh dan mampu batu itu berbicara, mungkin ia akan berteriak lantang menolak dari menindih tubuh mulia itu, atau bahkan memilih hancur berkeping-keping berbanding harus menjadi perantara tangan Suhail untuk menyentuh kulit kasar namun indah itu. Adakah alasan syurga untuk tidak menginginkan budak hitam ini menjadi salah satu penghuni terhormatnya?
***********************************
Dan batu-batu pun iri, debu pun menangis, para cemeti itu menjadi cermin keikhlasan. Bilah-bilah pedang menampung titis air mata dan darah yang kelak sebagai pemulus jalan membentang menuju syurga, bahkan hujung tombak dan mata anak panah bersaksi, betapa insan-insan itu mulia kerana perjuangan dan keteguhannya. Mereka tidak pernah mencari syurga, kerana justeru syurgalah yang menanti mereka untuk menyinggahi setiap singgahsananya, mengharungi riak-riak sungai kautsar yang di atasnya berbagai buah segar dan menawan menanti untuk dinikmati. Tak lupa, bidadari-bidadari cantik nan bermata jeli, membuka tangannya menyambut kehadiran manusia-manusia yang seluruh penghuni langit memujinya.
Berjalan di muka bumi, sama dengan berjalan diatas batu kerikil tajam yang setiap saat akan siap menghunus telapak kaki ini. Jika tak dilengkapi diri dengan persiapan dan pertahanan yang luar biasa, tentu takkan jauh jalan yang mampu ditapaki. Hidup pasti akan selalu beriringan dengan kesulitan, tetapi tidak pernah Allah menciptakan kesulitan tanpa diciptakannya pula pintu keluarnya. Bukan maksud Allah membuat sulit hidup manusia, kerana Allah juga memberikan petunjuk-petunjuknya. Tetapi sekali lagi, mengikuti petunjuk itu pun bukan mulus tanpa cubaan. Hanya dengan keteguhan dan perjuangan, semua akan bermuara pada kebahagiaan. Masalahnya, sedikit sekali dari kita yang kuat bertahan pada cubaan. Adakah butir-butir debu yang menangis kerana melihat kesungguhan perjuangan hidup kita? Ah, nampaknya kitalah sebenarnya yang terlalu manja!
Tidak jarang, untuk meniti jalan kebenaran, teramat banyak pengorbanan yang mesti dilakukan. Tetapi dasar manusia, lebih banyak promosi dan kecohnya berbanding pengorbanannya yang belum seberapa, padahal kita sama sekali belum diuji. Belum, bahkan belum tiba ujian yang sesungguhnya. Yang saat ini kita hadapi dan jalani hanyalah riak-riak di pinggir pantai sebelum kita benar-benar mengharugi lautan yang penuh ombak serta bebatuan terumbu karang yang menghancurkan. Cuba periksa, di bahagian mana dari tubuh ini yang tercabik-cabik penuh darah sebagai bukti besarnya pengorbanan dalam meniti kebenaran? Hmm.. bahkan kita masih enggan untuk menukar sedikit saja yang kita miliki dengan keagungan cinta-Nya.
Ini belum terbukti! Hingga suatu saat kita dihadapkan pada satu pilihan, mati dengan torehan tinta emas kemuliaan atau tetap hidup di atas perisai hina. Nanti akan terbukti! Hidup ini akan berakhir pada ketetapan atas kebenaran, atau sebaliknya, disaat kehormatan pun berpaling. Adakah neraka Allah tak menerima manusia tampan, cantik, kaya raya namun berakhir pada kenistaan?
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. [Al-Ankabut: 2-3]
Muhasabah menjelang asar,

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...