Monday, November 8, 2010

Keluarga Sakinah Miniatur Masyarakat Madani





Orang selalu menyebut-nyebut tentang “masyarakat madani”. Sebuah gambaran tentang masyarakt sukses yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.

Begitu inginnya masyarakat/ummat berada dalam sebuah masyarakat yang makmur, aman, tenteram dan damai, sehingga segala idea untuk mencipta masyarakat seperti itu disambut dengan hebat. Sayang sekali tidak mudah kita menemui tulisan yang menerangkan cara mencapainya. Bahkan masih banyak muslimin tidak memahami tahapan-tahapan amal dalam menegakkan Islam, padahal masyarakat yang diidamkan tadi sebenarnya bukan merupakan tujuan akhir penegakkan Islam.

Islam menghendaki agar penghambaan manusia dikembalikan hanya kepada Allah SWT.

Islam menghendaki agar pilar-pilarnya dibangun pertama kali di dalam dada individu kemudian di dalam sebuah rumah tangga kemudian dalam sebuah masyarakat kemudian sebuah negara kemudian sebuah khilafah kemudian di atas seluruh permukaan bumi sebelum akhirnya tegak di seluruh alam semesta ini, InsyaAllah.

Keluarga merupakan salah satu elemen yang akan membangun sebuah masyarakat, dan seperti yang telah disebutkan, menegakkan Islam dalam keluarga merupakan salah satu tahapan dalam mewujudkan cita-cita Islam. Dengan pemahaman tentang ini tidak terlalu sukar untuk menyimpulkan bahawa sebuah keluarga sakinah (Keluarga yang berjaya menurut standard Islam) adalah cerminan sebuah masyarakat madani. Sedangkan masrakat madani sendiri merupakan standard Islam tentang sebuah masyarakat yang ”makmur, aman, tentram dan damai”.

Agaknya apakah ciri-ciri persamaannya dan apakah cara mewujudkannya juga akan sama dengan cara mewujudkan karakteristik masyarakat madani?. Dalam tulisan kali ini InsyaAllah akan dihuraikan beberapa ciri/karakteristik masyarakat madani yang tumbuh dari kumpulan keluarga sakinah.

Keluarga Rabbani

Sebagaimana salah satu ciri masyarakat madani adalah bersifat Robbani, maka keluarga sakinah juga berciri robbani. Ertinya, di dalam keluarga / masyarakat tersebut setiap anggotanya berusaha untuk berlumba di dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai agenda utama keluarga/ masyarakat. Mereka menyedari dengan betul bahawa hanya Allah sajalah yang harus di jadikan tempat meminta bagi wujudnya kebahagiaan bersama. Kerana mereka meyakini firman Allah sebagai berikut:

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan(peliharalah) hubungan silaturrahim.” (4:1)

Sebuah keluarga sakinah tidak pernah menjadikan variable keduniaan sebagai faktor utama munculnya kekuatan internal keluarga. Mereka juga percaya bahawa hanya dengan taqarrub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah) dan menegakkan aturan Allah sahajalah, kebahagiaan, kasih-sayang dan kecintaan sejati akan dirasakan di dalam keluarga. Suatu bentuk kebahagiaan yang tidak dibatasi selama hidup di dunia semata, melainkan jauh hingga berkumpul kembali di akhirat. Demikian juga dalam masyarakat madani di mana hukum Allah ditegakkan dengan sempurna.

Keluarga Yang Cinta Ilmu

"Iqra'" (96:1) Ayat pertama yang turun kepada Nabi Saw adalah ayat tadi: ” Bacalah!”, belajarlah!

Keluarga sakinah adalah keluarga yang cinta ilmu, seperti juga masyarakat madani. Mereka saling belajar dan saling mengajarkan, antara yang tua kepada yang muda mahupun sebaliknya. Keluarga yang menghargai ilmu sehingga menempatkan ahli ilmu di tempat yang dihormati, mencari ilmu dan mengajarkannya, serta kemudian bersyukur kepada Allah atas ilmu dan barokah ilmu, dan menggunakannya di jalan Allah. Keluarga sakinah tidak bersikap jumud mahupun liberal dalam bersikap dengan ilmu. Seorang ayah menganjurkan anaknya untuk menuntut ilmu, membiayainya, kemudian juga menghormati anaknya yang mahu membagi ilmu itu kepadanya dan sedia menerima nasihat anaknya dengan ilmu yang dia (anak itu) pelajari dari gurunya. Bahkan sebelum itu sang ayahlah yang mencarikan guru terbaik untuk anaknya itu. Singkatnya keluarga sakinah/ rabbani terdiri dari anggota keluarga yang telah manghayati sabda Rasulullah saw berikut:

“Barangsiapa ingin berjaya di dunia, tuntutlah ilmu. Barangsiapa ingin berjaya di akhirat, tuntutlah ilmu. Dan barangsiapa ingin berjaya di dunia dan di akhirat, tuntutlah ilmu.”

Meskipun demikian anggota keluarga sakinah tetap berpegang pada prinsip : ”Pendapat siapapun dapat diterima dan ditolak, kecuali dari Allah dan RasulNya yang kita terima tanpa keraguan”.

Keluarga Yang Cinta Damai


Keluarga sakinah, seperti juga masyarakat madani, selalu berusaha untuk tampil sebagai rahmat bagi sekelilingnya. Dalam lingkungan yang kecil di dalam keluarga, suasana saling cinta mendasari hubungan antara mereka. Kakak dan adik saling cinta, ayah dan ibu menjadi teladan mereka.

Di dalam lingkungan yang lebih besar di luar rumah, di antara jiran tetangga, anggota-anggota keluarga sakinah memperlihatkan sikap dan sifat yang sama, bersikap santun kepada tetangga, juru jual, tukang kutip sampah, penjaga kedai, dan siapa saja yang ada di lingkungannya. Anak-anak keluarga sakinah akan dikenali dari akhlaknya yang santun, menghormati yang tua, menyayangi yang kecil, tidak suka mengganggu atau merugikan orang lain, jujur ketika berjual beli dan bertutur-kata. Siapapun yang melihat mereka akan berharap anak mereka akan bersikap serupa, kerana kesantunan dan kebaikan akhlak mereka. Anak-anak seperti ini akan menjadi cahaya mata bagi orang tua mereka, bahkan juga bagi lingkungannya. Siapapun akan bangga memiliki warga seperti mereka. Singkatnya mereka berusaha meneladani Rasulullah saw dalam hal yang Allah isyaratkan di dalam firman-Nya:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (21:107)

"Equality" Dalam Keluarga


Keluarga sakinah selalu berusaha mewujudkan suasana “berdiri sama tinggi, duduk sama rendah” di dalam rumah. Setiap anggota keluarga tidak hanya dikenalkan kewajipan yang harus dipenuhinya, melainkan juga diberitahu akan hak-hak yang dimilikinya. Baik ayah, suami, ibu, isteri mahupun anak-anak bahkan pembantu menyedari bahawa ia memiliki hak-hak yang perlu dijaga dan dipenuhi. Dan pihak pertama yang harus memastikan bahawa hak-hak ini dipenuhi adalah kepala keluarga.

Bukanlah sebuah miniatur masyarakat Islam atau madani bila yang memperoleh pemenuhan hak hanya sang ayah atau suami sedangkan anak dan isteri hanya ada senarai kewajipan. Misalnya dalam hal saling menasihati. Bukan hanya ayah kepada anak atau ibu kepada anak atau suami kepada isteri memperoleh hak menasihati. Melainkan sebaliknya hendaklah dipastikan bahawa anakpun boleh dan dijamin memberi nasihat kepada orang tua atau isteri menasihati suami. Inilah miniatur masyarakat Islam dan madani.

Ketika Umar bin Khattab berdiri di hadapan umat pada hari dilantiknya menjadi khalifah, maka bangunlah seorang lelaki mengangkat pedangnya tinggi-tinggi seraya berkata: “Hai Amirul mu’minin, seandainya perjalanan kepemimpinanmu melenceng dari garis ketentuan Allah dan RasulNya, nescaya pedangku ini akan meluruskanmu.” Maka dengan tawadhu dan rendah hatinya Umar menjawab: “Alhamdulillah ada seorang lelaki ditengah umat yang aku pimpin akan meluruskanku tatkala aku menyimpang.” Dan pada saat itu tidak ada seorangpun yang menuduh lelaki tersebut sebagai tidak percaya atau tidak tsiqoh akan kepemimpinan Amirul mu’minin Umar bin Khattab ra. Justeru ke-tsiqoh-annya kepada Umar menyebabkan lelaki tersebut begitu leluasanya menyampaikan aspirasi secara tulen dan apa adanya. Hal ini menunjukkan betapa seimbangnya suasana masyarakat Islam kala itu. Dan setiap warga menjadi seperti itu kerana lahir dari keluarga-keluarga yang memang sejak awal menanamkan nilai-nilai seimbang di rumah masing-masing.

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...